Ahlan Wa Sahlan! ^^

Assalamu'alaykum warahmatullah, terimalah sapaan tulus yang datang dari hati ini, Saudaraku. semoga salam ini yang menjadi saksi kita kelak dalam perjalanan menuju syurgaNya. Menembus ruang dan waktu... di pertemuan sesungguhnya setelah kematian bersama Sang Teladan sepanjang masa Rasulullah sholallahu 'alayhi wasalam; di telaga Alkautsar.

Selasa, 28 Desember 2010

Pertanyaan: Ada yang Punya Charger?

suatu sore selepas melakukan rutinitas pekanan [baca: membangun peradaban -katanya-], aku dan beberapa temanku masih terduduk sejenak di kursi ruang kelas yang sudah sepi itu. beberapa orang sudah keluar untuk bergegas berpindah ke aktivitas berikutnya. sudah sebulan lebih kami jarang bertemu. sibuk. mungkin. entahlah. tetapi kenyataannya kami memang tidak bertemu selama itu. kangen. pasti. tetapi itulah hidup. mungkin ada banyak 'rahasia istimewa' yang tidak kita katahui dari teman-teman kita selama itu. hah, ukhti...

aku menoleh kepada temanku mencoba menyemangatinya dan memberikan sedikit energi positif yang mungkin bisa tertransfer dengan sempurna. yah, meskipun jumlahnya sedikit. "Ayo, Ukh, Semangat!" ucapku sambil mengepalkan tanganku. "Sabar ya... Semangat-Semangat!!!" aku menatap wajahnya mencoba mencari kedua matanya, seraya tersenyum dan tetap mengepalkan tangan. Ku pikir diapun juga mengetahui hal yang kulakukan merupakan salah satu katarsis-ku. haha. tak apa. paling tidak merasa memiliki teman seperjuangan.

Temanku tersenyum. agak tertahan. rasanya sampai ke dalam relung jiwaku -jiah, ini seruis-. Sambil memasukkan buku dan doskripnya ke dalam tas. "Ada yang punya charger gak?" culetuknya sambil menutup tas ranselnya. "Hah, charger? buat apa Ukh?" spontan aku menjawab. di dalam hati kenapa tiba-tiba nanya charger. gubrak banget. "Aku butuh charger nih. apa aja deh." jawab temanku sekenanya. "Nggak bawa e..." aku menjawab dengan polosnya. "Memang buat apa sih?" tanyaku kembali. sepersekian detik sistem syaraf sensorik ini bekerja mangantarkan informasi kepada otak. dalam hati merasa "apa HPnya low batt. tapi kok ya chargernya 'apa saja'. masih dalam kebingungan tapi tak ku hiraukan. sambil memangku tas ranselnya ia kemudian menghempas tangan keatas ranselnya. "Iya nih, aku butuh banget buat nge-charge diriku."

aku tersentak sejenak. lalu tersenyum. "Ayo Ukh, kita pulang..." Ajak-ku sambil berdiri.

Teristimewa: my beloved SisTer "Kartikaningtyas Kusumastuti"
Roudhoh 5, 22 November 2010
Notes: great afternoon with u Sist... u r never walk alone, Innalahu ma'i...^^

Fajar di Batas Senja (Part 1)

kemarin baru saja bertemu dengan seorang sahabat satu jurusan. kami dekat. jika lebaran tiba, biasanya saya silaturahmi ke rumahnya. kebetulan kami sama-sama orang Yogya. bedanya dia asli Yogya. dari kecil hingga dawasa berada di Yogya sedangkan saya 'bajakan' Yogya (Ah, entahlah hal itu cukup merepresentasikan makna semiotis yang ingin saya gambarkn atau tidak) yang pasti saya lahir di Wonosari (mekipun akte-nya Bekasi) tetapi tinggal dan besar di Bekasi. yah, begitulah kira-kira singkatnya. kami dekat dengan berbagai macam perbedaan dan persamaan yang kami miliki. meskipun saya lebih tua darinya beberapa bulan tetapi dia lebih layak saya panggil Mbak. bukan apa-apa, bisa jadi karena tutur katanya terasa lebih dewasa bagi saya... Singkat cerita, sahabat saya itu meng-sms saya. dia mengajak ketemuan di kampus. katanya mau bertemu dengan saya (baca: Kangen hehe...). saya tentu saja menyediakan waktu untuk bertemu degannya. terlebih setelah ia menikah 3 bulan yang lalu. fiuh... berita itu sungguh masih jadi shock therapy untuk saya. entahlah, kalau boleh jujur, saya merasa ada bagian yang akan hilang dari diri saya. bahkan ketika berita itu sampai ke telinga saya. saya menangis. Sungguh, saya mengangis seperti anak kecil yang akan ditinggal ibunya. waktu itu ia mengabarkan melalui telepon. uum, antara terharu dan bahagia. antara takjub bercampur kesedihan. ketika itu saya hanya berpikir, "nggak mungkin kamu kan masih kecil?!?!" tapi itu konyol dan tidak akan merubah sama sekali prosesi pernikahan yang sudah disiapkan.
Sahabat saya itu sengaja meng-sms saya karena ia hanya beberapa hari saja di Yogya. mengambil data dan bertemu dengan Dosen Pembimbing Skripsi (DPS) lalu kembali lagi ke Cirebon. saya maklum, namanya juga seorang istri, jadi harus ikut Imamnya kemana saja dengan catatan tidak dilarang oleh syari'at. penelitiannya pun jadi harus dipindahtempatkan di Cirebon. siang itu kami bertemu, ini untuk yang kedua kalinya setelah sehari sebelumnya kami juga bertemu dan makan sup buah dengan mangkuk kecil kami pikir, MAHAL. bayangkan, satu mangkuk sup buah yang harganya Rp.5000,00 itu, isinya hanya ada pepaya dan nanas (he, lebay aja, biar terkesan mendramatisasi sebenarnya sih ada beberapa potong apel dan satu biji rambutan dengan daging rambutannya. itu saja yah itu. tentunya dengan kuah santan dan sirup plus susu juga es. lhoh, kok jadi kayak saya yang buat?!?!!). kembali ke jalan yang benar... akhirnya petemuan kedua itu bertempat di bawah pohon dekat dengan jembatan penghubung gedung kuliah dengan perpustakaan. saya menuggu cukup lama disana. sampai akhirnya dia datang dengan wajahnya yang berbinar.
dia meminta maaf karena sms saya baru diterima beberapa menit yang lalu (padahal sms itu saya kirim beberapa menit yang lalu juga, yakni sekitar 146 menit yang lalu). lalu dia mengelurkan satu bungkusan makanan dari tasnya. katanya itu untuk saya. Rengginang khas Cirebon rasa jagung bakar (Ok, baiklah...sepertinya enak). rengginang itu memang langsung saya santap bersama teman-teman yang kebetulan juga ada di sana. jadi, rengginang khas Cirebon rasa jangung bakar itu, berbentuk bulat dengan diameter sekitar 7cm, ketika di santap rasa bubuk jagungnya memenuhi mulut dan kres-nya dari si rengginang itu yang membuat nggak pengen berhenti makan. yuuum... (sebagai deskripsi saja untuk menguatkan imaji pembaca). saya memang belum makan dari pagi menyantap rengginang itu dengan lahap. sebenarnya sih, senggaja tidak makan karena menunggu dzhur dan bisa makan bersama sahabat saya itu. ternyata... takdir berkata lain. yah, Alhamdulillah, itu yang terbaik dari Allah. bisa jadi kalau kami makan. lauk dan nasinya yang bermasalah. entah kebanyakan atau kesedikitan. Wallahu'alam. husnudzon ilallah saja.


akhirnya siang menjelang ashr itu kami mencoba bercengkrama setelah 3 bulan terpisah... saya membuka percakapan tentang kehidupan barunya selama 3 bulan terakhir. dia bercerita banyak tentang masakan yang dia masak untuk suaminya. katanya suaminya itu suka sayur tetapi sayurnya harus baru. maksudnya setiap mau makan sayur yang dimasak harus sayur yang baru bukan sayur yang dihangatkan... fiuuh, masak tiga kali dong... iya katanya tapi di siang harinya ada bibi yang membantunya memasak. pernah satu ketika katanya, sahabatku ini masak tetapi bentuk masakannya kurang enak dilihat karena tahu suaminya agak rewel masalah makanan akhirnya sayur yang dibuak sahabatku itu dijadikan isi bakwan. yap dia jadi buat bakwan dengan sayur itu. alhasil seteah digoreng dan disediakan, kata suaminya "Enak." kata sahabatku kemudian "Yes." dia bercerita kepada saya dengan penuh semangat. di rumah dinas itu mereka tinggal berdua. dulu ketika masih awal-awal mereka masih tinggal bersama satu teman suaminya. sehabatku itu tidak nyaman. ya iya lah, kalian kan sudah menikah butuh privasi juga. akhirnya setelah diurus mereka bisa tinggal berdua.

di tengah percakapan kami,... saya sesekali mamandang rona wajahnya yang terlihat sangat bahagia. melihat gesture tubuhnya yang terbuka dan menyenangkan. saya senang tetapi hati ini kembali bertanya tentang kehidupannya yang tetap saja ada yang berubah. dia tidak lagi memikirkan dirinya sediri tetapi ada orang lain juga yang harus dan wajib ia pikirkan. masalah makanannya, perizinannya, kegiatannya, bahkan hingga hal-hal pribadi yang sifatnya ibadah sunnah kepada Allah seperti puasa pun tetap harus dikomunikasikan. dulu dia menjalankan shoum daud, entahlah sekarang ia masih menjalani shoum daud itu atau tidak. tetapi memang akhirnya ada sesuatu yang bernilai ibadah jauh lebih mudah dan banyak dalam statusnya sekarang. saya masih memandang wajahnya yang kecil itu. sahabat saya ini orangnya mungil, ternyata suaminya pun kecil juga. sampai-sampai tetangganya menyebutnya mas kecil dan mbak kecil.
 Disisi lain saya senang, ia bercerita tantang hal yang paling urgent ingin saya tanyakan kepada beliau. "Alhamdulillah chi, di sana juga ada Liqo gitu. aku kemarin akhirnya ikut sama ibu-ibu komplek." Senyum saya mengembang, Alhamdulillah dia masih paham tentang urgensi Liqo (baca:tarbiyah). oleh karena, hal inilah yang membuat saya deg-degan ketika ia mengabarkan menikah. makanya ketika itu aya langusng bertanya "Ngaji nggak?" bukan apa-apa, saya nggak ridho kalau sahabat saya itu tidak mendapatkan yang lebih baik dari dirinya. meskipun saya sadar, saya bukan bagian inti dari keluarganya bahkan keluarga bsarnya. saya pun juga bukan Tuhan yang Maha Mengetahui segalanya. namun, hal itu menjadi peranyaan asasi untuk saya tanyakan kepada beliau. meskipun jawabannya tidak cukup memuaskan tetapi saya tsiqoh suami sahabatku itu mampu mengakselarasi dan istiqomah. amin (Awas kalau nggak?!?! hehehe...).

Akhirnya, sampai pada ujung percakapan kami, sahabatku pamit mau mencari bahan kembali di perpustakaan. yah manfaatknlah waktumu ukh...
saya menitipkan salam kepadanya untuk bapak, ibu, mas, dan adik-adiknya di rumah. tak lama dia tersenyum lalu mengatakan "Chi,... aku nggak pulang ke rumah." spontan mata saya menyipit, bibir saya mengatup. "Lho, trus kemana?" Sahabatku mengehela napasnya kemudian tersenyum "Aku kan pulang ke rumah mas(baca:rumah orangtua suaminya yang ada di Yogya)." Saya masih tidak paham. "Kok, bisa. maksudya apa?" Sahabatku kembali tersenyum "Gimana sih... kan kemarin (baca:pas ijab qobul) aku udah diserahin di sana....". hati saya berdesir... saya diam sejenak... Ya Allah, iya ya... dia sudah diserahkan di sana. di keluarga barunya. keluarga suaminya.

Pikiran saya menjelajahi masa depan, mencoba menembus ruang dan waktu... sepersekian detik imaji-imaji itu berkelebat sangat cepat. mendembus membran-membran memori saya. Saya... takut* tapi juga berharap*... ah, tidak ada yang tahu tentang masa depan kecuali Allah. Wallahu'alam.


Magowoharjo, 12 Maret 2010


*khouf dan roja' salah satu fithroh manusia dalam menjalani hidup di dunia karena Allah dengan penuh keoptimisan dan husnudzon kepada Allah.

Minggu, 26 Desember 2010

9 Naga; Don't judge the Book from it cover.

Dahulu sekali, saya lupa tepatnya kapan. Namun, begitulah kita 'dibelajarkan'. Tidak selamanya belajar dari kebaikan orang lain. terkadang kita juga dibelajarkan dari kejahatan. saya berbicara sebagai subjek juga sebagai objek. artinya, selama masih manusia saya bisa saja salah dan lupa. Kala itu sekitar tahun 2006, Film garapan Rudi Sudjarwo berjudul 9 Naga sudah mulai diputar hampir diseluruh kota besar di Indonesia. film dengan genre action ini bukan saya banget. terlebih saya juga bukan penggemar film. namun, entahlah kala itu jadi terjebak menonton karena sedang luang dan tidak ada tayangan yang lainnya. selain filmnya yang mengerikan karena tentang banyak adegan 'pukul-pukulan'-nya [maksudnya saling memukul bukan pura-pura memukul lho... hehe] disana juga ada scene pembunuhannya juga.. hah, memang mengerikan.   
Akan tetapi sebenarnya bukan itu yang saya hendak share-kan. terlalu berbahaya. adapun yang saya hendak share-kan, yakni sebuah puisi yang indah dan mengharukan. puisi ini merupakan bagian dari scene akhir penutup film ini. meskipun sebenarnya, sebagus apapun puisi ini jika tidak menonton dari awal tetap belum cukup mampu untuk memberikan cakrawala berpikir tentang horizon harapan dari inti film ini. oleh karena, semua memiliki benang merahnya. adapun puisinya, sebagai berikut; hehe...

Istriku Ajeng,
Manusia terkuat yang pernah ku kenal….
Terima kasih atas rumah terindah yang telah ku tempati….
Terima kasih untuk memberi maaf… sebelum aku meminta…
Terima kasih untuk bersabar… sampai aku tahu…
kalau hal-hal terbaik dalam hidup…
Tidak memerlukan uang…
Seperti suara mu yang selalu setia… menuntun ku…
pulang ke hati mu…
rumah ku yang terindah…

Suami mu, . . .
Marwan*)
 
Maaf, mungkin kata-katanya juga tidak puitis melankolis gimana gitu yak.. tapi, hehe saya sempet nangis lho menghabiskan menonton film ini. sedih karena tahu akhir dari kejahatan yang dilakukan oleh Marwan bertujuan untuk membahagiakan istrinya yang mengalami physical disability dan anak laki-lakinya. ternyat materi [uang, rumah, mobil] bukan mejadi parameter kebahagian manusia. sebab kebahagiaan seseorang adalah bila mana hidupnya tenang, sejahtera, dan tidak takut mengenai masa depan. sebab setiap orang sudah memiliki takdir dan rizkinya masing-masing.Maktub...^^ dan ternyata 'Penjahat' itu tetap mencintai istrinya dengan segenap jiwa meskipun sang istri tidak sempurna secara dzohir dan fisik. penjahat itu tetaplah suami dan ayah yang baik dan bertanggung jawab, meskipun caranya salah [baca:kurang tepat].
 
*hehe, gpp ya sekedar share aja. Semoga bisa diambil manfaatnya, meskipun sedikit* 

Segmen Favorit dari Dalam Dekapan Ukhuwah [Salim A.Fillah]

Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Jadilah ia persaudaraan kita; sebening prasangka, sepeka nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, sekokoh janji.. Dalam dekapan ukhuwah.

Prolog: Dua Telaga

Telaga itu luas, sebentang Ailah di Syam hingga San’a di Yaman. Di tepi telaga itu berdiri seorang lelaki. Rambutnya hitam, disisir rapi sepapak daun telinga. Dia menoleh dengan segenap tubuhnya, menghadap hadirin dengan sepenuh dirinya. Dia memanggil-manggil. Seruannya merindu dan merdu. “Marhabban ayyuhal insaan! Silakan mendekat, silakan minum!”

Senyumnya lebar, hingga otot di ujung matanya berkerut dan gigi putihnya tampak. Dari sela gigi itu terpancar cahaya. Mata hitamnya yang bercelak dan berbulu lentik mengerjap bahagia tiap kali menyambut pria dan wanita yang bersinar bekas-bekas wudhunya.

Tapi di antara alisnya yang tebal dan nyaris bertaut itu ada rona merah dan urat yang membiru tiap kali beberapa manusia dihalau dari telaganya. Dia akan diam sejenak. Wibawanya terasa semerbak. Lalu dia bicara penuh akhlaq, matanya berkaca-kaca. “Ya Rabbi”, serunya sendu, “Mereka bagian dariku! Mereka ummatku!”

Ada suara menjawab, “Engkau tak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu!”
Air telaga itu menebar wangi yang lebih harum dari kasturi. Rasanya lebih lembut dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih sejuk dari salju. Di telaga itu, bertebar cangkir kemilau sebanyak bilangan gemintang. Dengan itulah si lelaki memberi minum mereka yang kehausan, menyejukkan mereka yang kegerahan. Wajahnya berseri tiap kali ummatnya menghampiri. Dia berduka jika dari telaganya ada yang dihalau pergi.

Telaga itu sebentang Ailah di Syam hingga San’a di Yaman. Tapi ia tak terletak di dunia ini. Telaga itu Al Kautsar. Lelaki itu Muhammad. Namanya terpuji di langit dan bumi.

Ustadz Salim selalu punya cara yang romantis untuk mendeskripsikan Sang Teladan sepanjang masa yang menunggu penuh kerinduan kepada ummatnya... terlebih ummatnya yang bahkan tidak sempat bertemu dengannya. mereka hanya-lah manusia-manusia yang yakin dan patuh bahwa suatu saat kelak mereka akan bertemu dengan 'Sang Kekasih Pujaan' di sebuah Telaga yang hanya Allah telah ciptakan bagi siapa saja yang mau masuk ke dalam syurgaNya; Al Kautsar...

Awalan: Al Kautsar

Ba'da tahmid, syahadat, dan sholawat...
Alhamdulillah... Allah-lah yang menggerakkan hati, otak, dan tangan ini untuk bersinergi membuat sesuatu yang abstrak menjadi konkret. membuat sesuatu yang acak menjadi tersistematis. Tahu apa maksud saya? Aha! Blog ini akhirnya tercipta. Hanya bisa bertahmid dan berdoa; semoga istiqomah. sebab terlalu menyedihkan dan ironi ditengah budaya ilmiah penulisan dan penelitian yang digembar-gemborkan tetapi saya masih terkooptasi oleh budaya lisan yang 'menyudutkan'. Sebenarnya tidak salah juga. toh, budaya lisan juga memiliki peran tersendiri pada masanya. Hanya mencoba berdamai dengan diri sendiri; Share. sebab, seorang teman 'kecil' [baca: adik] pernah menyatakan statemen yang cukup membuat saya menjadi pendiam selama beberapa waktu. mikir. merenung lebih tepatnya. tahu apa yang dia bilang "Mbak, kamu tuh mbok nulis. Biar pemikiran-pemikiranmu itu nggak dipendam sendiri. Nanti jadi gila, lho?"
Saat itu saya berpikir, "Hah! Apa iya?" sempat terkejut juga tetapi tidak menegasikan. mungkin perkatannya ada benarnya. Yap! oleh karena itulah, saya mencoba membuat blog ini dengan niatan awal Lillahita'ala berbagi dengan yang lain tentang sebuah nilai dan pelajaran dan perjalanan tentang kehidupan menuju syurgaNya. berangkat dari opini Salim A. Fillah yang menyatakan bahwa ditengah maraknya tulisan-tulisan sampah sekarang ini. harapannya ada iktiyar untuk mencounter atau minimal memberikan opsi bacaan bermanfaat lainnya agar bisa tetap memberikan nilai kebaikan. Toh, kita tidak pernah tahu bukan mengenai bagaimana Allah membuat skenario bagi tiap hambaNya. juga termasuk diri saya sendiri. Barangkali, Allah memberikan hidayah bagi seseorang yang membaca tulisan dari seseorang di blog ini. Wah, ladang amal; Sunnah hasanah. tanpa mengurangi pahala orang yang mendapatkan kebaikannya.
Heeem,... kira-kira begitulah harapan absurd dari pembuat blog ini. haha, mungkin saja. sebab frasa mungkin itupun punya dua peluang. akan tetapi, satu hal yang penting; Optimis! belajar dan mendapat hikmah dari mana saja asalkan sungguh-sungguh dan yakin. apalagi jika orientasi kita adalah Zat yang Maha Kekal dan berharap masuk ke syurgaNya. Apa saja akan dilakukan; asal tetap syar'i dan sesuai dengan manhaj [aturan]. Oleh karena, Syurga itu bagi yang mau, Saudaraku!^^

Keep Fight!
Istiqomah, until we all reach husnul khotimah. Amin
Allahumma 'ajib du'ana...